Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

Pengorbanan Seorang Nabiyullah

Nabi Ibrahim a.s adalah seorang utusan Allah SWT yang taat dan hanif. Berkali-kali ia diuji oleh Allah SWT dengan cobaan yang tiada seorang pun sanggup melaluinya. Namun, ia membuktikan bahwa kecintaannya kepada Allah SWT di atas segalanya hingga dia berhasil menjalani ujian demi ujian dengan gemilang. Ujian berat pertama yang harus dilalui Ibrahim a.s adalah ketika anak yang sudah lama ia dambakan harus berpisah dengannya. Bayi mungil itu bernama Ismail. Ia lahir dari istri Ibrahim a.s yang bernama Siti Hajar r.a. Belum lama Ibrahim a.s menikmati status barunya sebagai ayah, ia menerima perintah dari Allah SWT untuk membawa putranya yang masih merah bersama Siti Hajar ke sebuah tempat yang sama sekali belum diketahuinya. Padahal, saat itu ia sedang merasakan masa-masa bahagia menimang Ismail mungil. Akan tetapi, tidak ada pilihan lain bagi Ibrahim a.s selain menaati perintah-Nya. Diajaklah Siti Hajar r.a dan Ismail dalam buaiannya menuju tempat yang diperintahkan. Sebuah awan besa

Ketaatan Anak Saleh

Ismail a.s tumbuh menjadi remaja yang tampan . Di usianya yang masih belia, tampak kelembutan hati dan kebijaksanaan terpancar dari wajahnya. Saat-saat bahagia ia rasakan ketika Allah SWT mempertemukan kembali dengan ayahnya yang telah terpisah selama bertahun-tahun. Meskipun sebenarnya hal itu bukan kehendak sang ayah untuk meninggalkan Ismail bayi dan sang istri di sebuah padang gersang dan tandus di masa lampau. Justru pada saat itu hati Ibrahim a.s sedang terpaut cinta yang dalam kepada putra semata wayangnya tersebut. Kini ayah dan anak dipersatukan kembali oleh Allah. Ismail a.s merasakan kembali curahan cinta dan kasih sayang seorang ayah. Akan tetapi, belum lama mereka melepas rindu dan kasih sayang , Allah SWT menurunkan perintah selanjutnya. Ibrahim a.s bermimpi menyembelih putra semata wayangnya yang begitu ia cintai. Tentu saja mimpi itu membuatnya bimbang karena ayah mana yang tega membunuh putra tercintanya. Benarkah mimpi itu datang dari Allah SWT atau hanyalah tipu day

Sebuah Penantian yang Panjang

Sebelum Muhammad diutus menjadi rasul, beliau mengadakan transaksi dengan seseorang yang bernama Abdullah bin Abi Khansa. Pada transaksi itu ternyata ada sisa barang yang harus Abdullah kembalikan kepada Muhammad. Akhirnya, mereka menyepakati untuk bertemu di sebuah tempat pada waktu yang telah ditentukan. Malang bagi Muhammad, ternyata Abdullah lupa akan janji tersebut. Ia baru ingat keesokan harinya dan ia merasa tidak perlu bertemu Muhammad saat itu karena pikirnya, Muhammad pasti sudah kembali pulang. Ia berpikir akan langsung ke rumah Muhammad untuk mengantar barang sekaligus meminta maaf akan kekhilafannya. Ia pun berencana pergi keesokan harinya. Dua hari berlalu dari hari yang telah disepakati, Abdullah berangkat dari rumahnya menuju kediaman Muhammad. Untuk mencapai rumah Muhammad, ia melewati jalan yang dijadikan tempat pertemuan antara dia dan Muhammad dua hari yang lalu. Alangkah kagetnya ketika ia melihat Muhammad berada di tempat itu. Muhammad tampak sedang menunggu sese

Penjaga Malam

Imam Baihaqi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. hendak bermalam di sebuah tempat sepulangnya dari peperangan. Beliau dan pasukannya mendirikan perkemahan di sana. Ammar bin Yasir r.a dari kaum Muhajirin dan Abbad bin Bashir r.a dari golongan Anshar menawarkan diri untuk menjaga kemah Rasulullah saw. Mereka pun berjaga di puncak bukit yang kemungkinan akan dilalui oleh musuh. Abbad r.a berkata kepada Ammar r.a, "Bagaimana kalau kita berjaga secara bergiliran? Sekarang aku yang berjaga dan kamu boleh tidur . Berikutnya giliran kamu yang berjaga dan aku yang tidur." Ammar r.a menyetujuinya, lalu merebahkan diri dan langsung terlelap dengan nyenyaknya. Sambil berjaga, Abbad r.a melaksanakan shalat. Tiba-tiba sebatang anak panah musuh menancap di tubuhnya. Disusul dengan dua anak panah berikutnya. Ia pun segera menyelesaikan shalatnya, lalu mencabut ketiga anak panah tersebut. Setelah itu, ia membangunkan sahabatnya yang tertidur, "Hai, Ammar! Bangunlah, ada mus

Kehormatan Menunaikan Amanah

Pada masa jahiliah hiduplah seorang penyair bernama Umru'ul Qais keturunan kerajaan Kindah yang memiliki julukan Penyair Emas. Syair-syairnya sangat tajam mengkritik pemerintahan baru Kerajaan Kindah yang zalim. Ia pun berencana pergi ke Romawi untuk meminta bantuan dan perlindungan dari kezaliman Raja Kindah. Sebelum berangkat, ia menitipkan tameng, persenjataan, dan barang-barang berharga lain yang nilainya sangat besar kepada Samuel sesama penyair. Qais berpesan agar jika terjadi sesuatu padanya, barang-barang tersebut hanya boleh diserahkan kepada ahli warisnya. Konon dalam perjalanannya, Qais dibunuh oleh utusan Raja Kindah dengan cara diracun hingga nyawanya pun berakhir. Kemudian Raja Kindah menyuruh pengawalnya untuk mengambil barang-barang milik Qais dari tangan Samuel. Akan tetapi, Samuel tidak mengizinkannya karena sudah mendapat amanah dari Qais. Segala upaya digencarkan para pengawal Raja Kindah agar barang-barang milik Qais diserahkan, mulai dari membujuk, menjanjika

Mewakafkan Kebun karena Lalai

Di dalam kebun yang rindang, Abu Thalhah r.a menundukkan dirinya dalam kekhusyu'an shalat kepada Allah SWT. Tanpa ia sadari, kekhusyu'annya terusik oleh seekor burung indah yang bermain di antara rerimbunan pepohonan. Matanya mengikuti gerakan burung tersebut yang melompat-lompat dari satu ranting ke ranting lainnya. Akhirnya, ia pun lupa akan jumlah rakaat shalat yang telah dijalaninya. Penyesalan luar biasa menyergap dirinya. Setelah menyelesaikan shalat, Abu Thalhah r.a bergegas menemui Rasulullah saw dan menyatakan penyesalannya, "Wahai Rasulullah, aku telah tertimpa musibah karena kebunku ini. Oleh karena itu, kebun ini kuserahkan kepada Allah. Atau, jika kau menghendaki, gunakanlah sesuai keinginanmu"

Majikan Zubair r.a.

Ketika Zubair r.a hendak bergabung dalam suatu peperangan, ia memanggil anaknya yang bernama Abdullah r.a. Ia berwasiat kepada putranya bahwa jika terjadi sesuatu padanya, hendaknya semua utangnya dilunasi oleh putranya itu. Zubair r.a. berkata kepada Abdullah, putranya, "Wahai Anakku. Jika aku tidak kembali dari peperangan ini, selesaikanlah utang-utangku. Jika kau menemui kesulitan dalam melunasinya, mohonlah kepada majikanku agar melepasmu dari kesukaran." "Siapakah majikan yang kaumaksud, Ayah?" tanya Abdullah r.a. "Allah SWT," jawab sang ayah. Sepeninggal ayahnya yang telah menjadi syuhada, Abdullah bin Zubair r.a. memeriksa buku keuangan ayahnya. Di dalamnya terdapat utang sebanyak dua juta dirham yang harus dilunasi. Hari demi hari berlalu, akhirnya semua utang ayahnya lunas sudah. Abdullah r.a selalu mengingat pesan ayahandanya, yaitu ketika ia menemukan kesukaran, ia akan mengadu kepada Sang Majikan - Allah SWT - untuk memohon pertolongan. Dengan

Mendahulukan Allah SWT

Ibnu Abbas r.a menceritakan keadaan para sahabat yang disibukkan dengan pekerjaan dan perdagangannya. Tatkala azan berkumandang, mereka langsung meninggalkan pekerjaan dan perdagangannya, kemudian berduyun-duyun menuju masjid untuk shalat berjamaah . Begitu pula yang disaksikan oleh Abdullah bin Umar r.a ketika datang ke sebuah pasar. Ketika tiba waktu shalat berjemaah, para pedagang serentak menutup toko-toko mereka dan bersama-sama berjalan menuju masjid. Abdullah bin Umar r.a berkata, "Mereka inilah yang diberitakan oleh Allah SWT dalam firman-Nya, ' Orang yang tidak dilalaikan oteh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat) .' " ( QS. An-Nur [24] : 37) Rasulullah saw memberitakan mereka dalam sabdanya, yang dikutip dari kitab Durul Mantsur karangan Allamah Jalaluddin Suyuti dari Fadhail 'Amal, Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandhalaw

Menjaga Kepercayaan Orang Lain

Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan , Rasulullah saw masih berjaga di masjid. la dikunjungi oleh salah seorang istrinya yang bernama Shafiyyah. Ketika Rasulullah saw mengantarkan istrinya pulang ke rumah, mereka bertemu dengan dua orang sahabat di tengah perjalanan. Rasulullah saw segera menghentikan langkah mereka dan berkata, "Ini istriku, Shafiyah," sambil membuka cadar (penutup wajah) istrinya. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan timbul prasangka bahwa beliau berjalan dengan wanita nonmahram sepulangnya dari masjid. Oleh karena itu, beliau menunjukkan jati diri wanita yang 'sedang berjalan bersamanya, yang pada saat itu adalah istrinya. Kedua sahabat berkata, "Allah melarang kami berburuk sangka tentang engkau, wahai Rasulullah." Rasulullah membenarkan perkataan sahabatnya dan menambahkan, "Berburuk sangka tentang diriku akan menyebabkan hilangnya iman dan masuk ke dalam neraka . Setan akan terus-menerus berputar dalam aliran darah seseoran

Allah SWT sebagai Saksi

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bercerita tentang dua orang Bani Israel yang meminjamkan uang sebesar 1.000 dinar kepada temannya. Uang sebesar itu bukanlah jumlah yang sedikit. Kemudian si pemberi utang meminta temannya yang akan ia pinjami uang untuk mendatangkan seorang saksi. Ia berkata, "Datangkanlah beberapa saksi agar mereka menyaksikan utang piutang ini." Temannya menjawab, "Cukuplah Allah sebagai saksi bagiku!" Kemudian si pemberi utang meminta lagi, "Datangkanlah seseorang yang bisa menjamin utangmu!" Temannya kembali menjawab, "Cukuplah Allah yang menjaminku!" Pemberi utang pun berkata, "Engkau benar!" Setelah itu, ia memberikan 1.000 dinar kepada temannya dan menetapkan waktu pengembaliannya. Semua didasarkan atas saling percaya karena mereka menjadikan Allah SWT sebagai saksi dan penjamin. Kemudian teman yang berutang itu pun pergi berlayar untuk suatu keperluan. Waktu berlalu dan tibalah waktu pe

Ketampanan Seorang Pemuda

Ahnaf bin Qais r.a didatangi oleh seorang pemuda dari Suku Thai. Pemuda itu memancarkan aura cahaya yang menyenangkan hati. Ketampanannya sangat beda dengan ketampanan para pemuda tampan pada umumnya. Semua orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan pesonanya, termasuk Ahnaf r.a. Saat itu Ahnaf r.a menduga ketampanan pemuda itu karena ia rajin berolahraga dan selalu menjaga kesehatan kulitnya dengan biaya dan perawatan mahal. Namun, ia tidak begitu yakin sebelum bertanya langsung kepada orang tersebut. Kemudian Ahnaf r.a mendekati pemuda itu seraya bertanya, "Hai anak muda. Apa rahasiamu sehingga memiliki wajah yang tampan ini?" "Resepnya ada empat," jawab pemuda itu cepat. "Apakah itu?" tanya Ahnaf r.a. kembali. "Pertama, apabila orang berbicara kepadaku, aku mendengarkannya dengan baik. Kedua, apabila berjanji, pasti kutepati. Ketiga, apabila diriku diperhitungkan orang maka aku relakan. Keempat, apabila aku dipercaya, aku tidak mau mengkhia

Membela Hak Orang Lain

Suatu hari Abu Jahal membeli beberapa ekor unta dari seorang laki-laki kabilah Khais'am. Ia berjanji akan membayarnya sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati. Namun, ketika batas waktu pembayaran berakhir, Abu Jahal tidak juga membayar utang-utangnya. Sang pedagang tidak kehabisan akal. Ia pergi ke Masjidil Haram untuk menemui petinggi-petinggi Quraisy di sana. Harapannya hanya satu, ada seseorang di antara mereka yang bersedia membantunya untuk menagih utang kepada Abu Jahal. Ia yakin Abu Jahal akan mendengar nasihat dari para petinggi Quraisy tersebut. Ketika ia melihat para petinggi Quraisy sedang duduk-duduk dan saling bercengkerama di depan Masjidil Haram, tanpa buang waktu ia segera mendekati mereka. Kemudian ia tumpahkan permasalahan yang dihadapinya dengan harapan para petinggi Quraisy tersebut bersedia membantunya. Memang orang-orang Quraisy itu mendengarkan curahan hati sang pedagang dengan saksama, tetapi bukannya memikirkan cara membantu sang pedagang, mereka m

Membela Hak Makhluk Allah

Di antara sifat amanah adalah memelihara hak-hak makhluk Allah, termasuk hewan. Rasulullah sangat membenci perlakuan yang semena-mena terhadap hewan. Misalnya, ketika beliau melihat seseorang sedang mengecoh kudanya. Ia seolah-olah hendak memberi makan kepada kudanya agar kuda tersebut mau menuruti dan mengikutinya, padahal tidak ada makanan yang akan ia berikan pada kudanya. Beliau langsung menegur orang itu, "Janganlah menipu hewan! Jadilah orang yang dapat dipercaya bagi mereka!" Begitu juga, ketika beliau mendapat laporan bahwa ada beberapa orang mengambil anak-anak burung dari sarangnya. Sementara itu, sang induk berputar-putar sambil terus bercicit di atas sarang dengan gelisah mengetahui anak-anaknya tidak ada di tempatnya. Berita itu benar-benar membuat sedih Rasulullah. Beliau pun langsung memerintahkan agar anak-anak burung itu dikembalikan ke sarangnya dengan segera. Diriwayatkan pula oleh Bukhari, Rasulullah saw pernah bersabda kepada para sahabat bahwa pernah ad

Hak Berbicara untuk Menuntut Hak Miliknya

Suatu ketika seorang Baduy melihat Rasulullah saw bersama para sahabat keluar dari masjid. Ia langsung mencegah langkah Rasulullah saw sambil menarik kerah baju beliau dengan kasar seraya berteriak, "Hai Muhammad! Berikanlah hakku! Kembalikan untaku! Aku yakin kau tidak sanggup mengembalikannya meskipun kaugunakan kekayaanmu ditambah milik ayahmu!" Melihat Rasulullah saw diperlakukan kasar sedemikian rupa, para sahabat marah dan hendak membalas perlakuan kasar tersebut. Namun, tanpa rasa tersinggung sedikit pun, beliau mencegah para sahabat menyakiti orang Baduy itu. Beliau bersabda, "Biarkanlah orang itu! Sesungguhnya dia memiliki hak berbicara untuk menuntut haknya!" Kemudian beliau meminta kepada para sahabat, "Berikanlah kepadanya unta berumur sama dengan untanya yang aku pinjam!" "Para sahabat menuruti perintah beliau dan bergegas mencari unta yang dimaksud Rasulullah saw. Ternyata para sahabat tidak menemukan unta tersebut, melainkan unta yang

Jangan Memaksakan Kehendakmu, Amirul Mukminin!

Ketika masa pemerintahan khalifah Umar bin Khaththab r.a , Masjid Nabawi senantiasa disesakkan oleh jemaah kaum muslimin yang terus bertambah. Kemudian Umar r.a berniat untuk memperluas masjid tersebut agar bisa menampung kaum muslimin yang hendak beribadah di dalamnya. Semua rumah di sekitar masjid telah dibelinya, kecuali rumah Abbas bin Abdul Muthalib r.a atau Abul Fadhal (ayahnya Fadhal, putra sulungnya). Amirul Mukminin pun menemuinya dan berkata, "Wahai Abul Fadhal, seperti yang kaulihat bahwa masjid sudah tidak cukup menampung jemaah yang akan shalat di dalamnya. Aku sudah memerintahkan untuk membeli tanah dan bangunan yang ada di sekitarnya untuk memperbesar bangunan masjid, kecuali rumahmu dan kamar-kamar Ummahatui Mu'minin (para istri nabi). Kami tidak mungkin membeli dan membongkar kamar-kamar Ummahatul Mu'minin. Oleh karena itu, aku meminta kepadamu agar kau mau menjual rumahmu berapa pun harga yang kau mau dari Baitul Mal." Abbas r.a. menjawab singkat, &q

Suami Zainab r.a, Abul Ash bin Rabi' r.a

Abul Ash bin Rabi' adalah seorang pemuda Mekah yang terkenal dengan kepribadiannya yang santun, cakap dalam berdagang, dan kaya-raya. Ia mempersunting Zainab, putri Muhammad dari Khadijah, untuk menjadi istrinya. Saat itu Muhammad belum diangkat menjadi rasul. Muhammad dan Khadijah sangat bangga memiliki menantu yang baik seperti Abul Ash. Ketika Muhammad diangkat menjadi rasul, Zainab menjadi bagian dari orang-orang yang pertama masuk Islam. Akan tetapi, Abul Ash tetap teguh memegang keyakinannya yang lama. Ia tidak mau orang lain berpendapat bahwa keislamannya dikarenakan mengikuti jejak sang istri. Mereka berdua adalah dua insan yang saling mencintai. Kaum musyrikin Quraisy berkali-kali menyuruh Abul Ash untuk menceraikan Zainab r.a. Dengan tegas, ia menolak permintaan itu mentah-mentah, "Demi Tuhan, aku tidak akan menceraikan istriku. Tidak ada wanita lain dari kaum Quraisy yang kucintai melebihi dia!" Rasulullah saw menghargai ketegasan menantunya untuk senantiasa me

Keteguhan Menjaga Rahasia

Seorang wanita mendatangi Ahmad bin Al-Mahdi ketika ia bermalam di Bagdad. Ahmad bin Al-Mahdi bukanlah penduduk asli Bagdad. Sedangkan, wanita yang mendatanginya adalah seorang putri dari warga kota tersebut yang sedang dirundung masalah. Ia akan menceritakan permasalahannya, tetapi Ahmad bin Al-Mahdi harus bersumpah agar merahasiakannya. Ahmad bin Al-Mahdi pun menyanggupinya. Wanita itu bercerita bahwa ia telah hamil . Selama itu ia mengaku sebagai istri Ahmad dan bayi dalam kandungannya adalah darah daging Ahmad. Dia memohon dengan sangat agar Ahmad bin Al-Mahdi mau menjaga rahasianya dengan berkata, "Simpanlah rahasiaku, semoga Allah menutupi rahasiamu seperti halnya engkau menutupi rahasiaku." Wanita itu pun segera pergi meninggalkannya. Tentu saja hal itu membuatnya kaget. Bagaimana tidak, bisa-bisanya wanita itu mengaku sebagai istrinya, apalagi ia harus mengakui bayi dalam kandungan wanita tersebut sebagai anaknya. Namun, semua sudah terlanjur dan ia hanya ingin memba

Wanita yang Menolak Pinangan Rasulullah

Wanita itu adalah Ummu Hani r.a. Nama sebenarnya adalah Fakhitah binti Abi Thalib bin Abdul Muthalib. Ia berasal dari kabilah Ouraisy dari keturunan Bani Hasyim. Ummu Hani r.a adalah saudara kandung Ali bin Abi Thalib r.a . Sebelum Rasulullah saw menerima wahyu, beliau pernah meminang Ummu Hani melalui pamannya, Abu Thalib, yang juga ayah Ummu Hani. Sayangnya, sang ayah telah mengikat perjanjian dengan Habirah bin Abi Wahab yang telah meminang putrinya terlebih dahulu dan Ummu Hani pun menerima pinangan Habirah. Ketika Islam makin berkembang, Ummu Hani menjadi pemeluk Islam. Namun, suaminya tetap bertahan dengan kekafirannya. Mereka pun berpisah dan Ummu Hani r.a hidup menjanda bersama anak-anaknya. Kemudian Rasulullah saw meminang kembali Ummu Hani untuk kedua kalinya. Namun, dengan halus Ummu Hani berkata, "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada pendengaran dan penglihatanku sendiri. Namun, hak suami sangatlah besar, hingga aku merasa takut apabila melayani suam

Bersabarlah Putriku

Panji-panji terus makin berkobar seiring kemenangan demi kemenangan yang diraih kaum muslimin di seluruh Jazirah Arab hingga ke Persia dan Syria. Harta berlimpah dan beberapa orang tawanan menjadi milik kaum muslimin. Sebaliknya, di sudut lain kota Medinah, sang putri Rasulullah tercinta, Fatimah r.a, berada dalam kepayahan. Tangannya melepuh, kulitnya mengelupas, dan sangat kasar karena terlalu keras melakukan pekerjaan rumah. Melihat kondisi sang istri, Ali bin Abi Thalib r.a berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, kau melakukan segala sesuatunya sendiri sampai hatiku merintih tak tega." Ia memandangi wajah lelah istrinya dan melanjutkan, "Aku dengar ayahmu memperoleh tawanan dan harta rampasan yang melimpah. Bagaimana kalau kita ke rumah beliau dan meminta salah seorang tawanannya untuk kita jadikan pembantu?" usul Ali r.a. "Baiklah, demi Allah, aku memang melakukan segala sesuatunya sendiri hingga tanganku melepuh." Fatimah r.a. pun beranjak menuju kediama

Mencintai karena Allah

Umar bin Abdul Aziz hidup dalam kemewahan dan kemegahan hidup bersama istrinya yang memiliki ayah seorang khalifah . Setiap hari Umar mengenakan jubah terindah dan pakaian terbaiknya dengan wewangian mahal hingga meninggalkan aroma harum di setiap jalan yang telah ia lalui. Berjam-jam ia menata rambutnya sampai-sampai terlambah shalat berjemaah . Apa pun yang ia mau dengan mudahnya ia dapatkan. Hal ini sangat berkebalikan ketika ia terpilih menjadi khalifah meneruskan amanah sang mertua. Kehidupannya berubah seratus persen. Kemewahan yang begitu didambakan setiap orang, ia tinggalkan begitu saja. Sungguh tindakan yang sangat langka karena umumnya setiap orang mencari jabatan agar dapat hidup mewah dan bergelimang harta. Keputusan ini ia sampaikan kepada istri tercintanya, Fatimah binti Abdul Malik. Bagaimanapun juga, kehidupan barunya akan melibatkan kehidupan istrinya yang lama dibuai kemewahan. Umar berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, masalah besar telah menimpaku. Aku diberi be

Keturunan Bersahaja

Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang ulama yang kaya dan dermawan. Suatu ketika seorang wanita sederhana datang mengadu kepadanya. la berpikir bahwa wanita tersebut akan meminta sedekah darinya, sebagaimana kebanyakan orang. Namun, sebelumnya ia mendengarkan pengaduan wanita tersebut dengan saksama, "Tuan, saya adalah ibu rumah tangga yang telah ditinggal mati suami. Setiap hari saya bekerja siang hingga malam. Siang hari saya bekerja mengurus anak-anak dan rumah tangga , sedangkan malam hari saya merajut benang untuk dijual sebagai penghasilan kami. Namun, saya tidak memiliki sesuatu untuk membeli lampu sehingga saya biasa mengerjakannya di bawah sinar rembulan." Mendengar cerita wanita tersebut, Imam Ahmad tergerak hatinya untuk menolong. Apalagi jika yang ia butuhkan hanya sebuah lampu. Namun, ternyata cerita itu belum selesai. Imam Ahmad mengurungkan niatnya untuk memberi sedekah demi mendengarkan kelanjutan cerita wanita tersebut. Sambil menarik nafas, wanita itu mengad

Penuhilah Hak Dirimu, Dia, dan Mereka

Dari Abu Juhaifah Wahab bin Andullah r.a menceritakan bahwa Nabi saw mempersaudarakan antara Salman r.a dan Abu Darda' r.a. Suatu hari Salman r.a mengunjungi Abu Darda' r.a dan ia melihat istri Abu Darda' r.a mengenakan pakaian yang sangat sederhana tanpa perhiasan sedikit pun. Karena haru, Salman r.a. bertanya, "Mengapa keadaanmu seperti ini?" la menjawab, "Saudaramu, Abu Darda' tidak mempunyai minat pada pesona dunia (perempuan)." Lalu, datanglah Abu Darda' r.a untuk membuatkan makanan . Setelah itu, ia berkata kepada Salman r.a, "Makanlah, hari ini aku sedang berpuasa." Salman r.a menjawab, "Aku tidak akan makan hingga engkau makan." Ketika malam tiba, Abu Darda' r.a pergi untuk shalat dan berkata kepada Salman r.a, "Tidurlah!" Lalu, Salman r.a pun tidur . Namun, tidak lama kemudian Salman r.a terbangun dan melihat saudaranya masih terjaga. la pun menyuruh Abu Darda' r.a untuk tidur. Akhirnya, mereka ber

Aku Hanya Ingin Berhias, Ayah

Idul Adha akan tiba. Setiap wanita tentu ingin berhias untuk menyambut hari raya tersebut. Termasuk Siti Zainab r.a, putri Ali bin Abi Thalib r.a. Saat itu ayahnya menjabat sebagai Amirul Mukminin. Zainab r.a. pun memberanikan diri untuk meminjam kalung berlian dari Baitul Mal . Ia mendatangi Ali bin Abi Rafi', seorang sahabat Nabi saw yang bertanggung jawab atas Baitul Mal seraya berkata, "Wahai Ibnu Abi Rafi', pinjamilah aku kalung berlian agar aku dapat berhias di Hari Idul Adha dan aku akan mengembalikannya tiga hari kemudian!" Mengingat peminjam adalah putri Amirul Mukminin, Abi Rafi' r.a pun meminjamkannya. Ketika Ali bin Abi Thalib r.a mengetahui putrinya memakai kalung berlian, dia pun bertanya, "Dari mana kau dapatkan kalung berlian itu, Zainab?" Siti Zainab r.a. menjawab, "Aku meminjamnya dari Ibnu Abi Rafi', Ayah. Aku akan mengembalikannya tiga hari kemudian." Mendengar hal itu, Amirul Mukminin tampak geram segera memanggil Ali

Kesaksian Penduduk Mekah

Sejak kanak-kanak, Muhammad terkenal dengan kejujurannya. Penduduk Mekah berkata tentang sifat amanah beliau, "Jika engkau harus pergi dan perlu seseorang untuk menjaga istrimu, percayakan dia kepada Muhammad tanpa ragu-ragu sebab dia tidak akan menatap sekejap pun pada wajahnya. Jika engkau ingin memercayakan hartamu untuk dijaga, percayakan kepada orang jujur dan dapat dipercaya ini sebab dia tidak akan pernah menyentuhnya. Jika engkau mencari seseorang yang tidak pernah berbohong dan tidak pernah melanggar kata-katanya, pergilah ke Muhammad sebab apa pun yang dikatakannya adalah benar!" Seluruh penduduk Mekah menaruh kepercayaan yang tinggi kepada Rasulullah saw. Mereka tidak sungkan-sungkan untuk menitipkan barang-barangnya yang berharga kepada Rasulullah. Bahkan, setelah beliau diangkat menjadi rasul pun, musuh-musuhnya masih ada yang memercayakan barang-barangnya kepada beliau. Para pemuda Mekah menyapa Rasulullah saw. ketika melintas di depan mereka seraya berkata kepa

Kaum Muslimin yang Tertindas

Kaum muslimin dibuat gusar oleh kesepakatan antara Rasulullah saw. dan pihak Quraisy yang diwakili oleh Suhail, ayah Abu Jandal r.a. Dalam kesepakatan yang terkenal dengan Perjanjian Hudaibiyah itu tertulis bahwa pihak muslimin harus mengembalikan setiap orang dari pihak Quraisy yang menggabungkan diri dengan kaum muslimin setelah perjanjian tersebut disepakati. Ketika itu datanglah Abu Jandal bin Suhail r.a dalam keadaan terikat dan telah mengalami siksaan oleh kaum Quraisy karena keislamannya. Tentu saja dengan isi perjanjian itu Abu Jandal r.a tidak akan mendapat pertolongan dari kaum muslimin di Medinah karena ia harus tetap berada di Mekah dan kembali mengalami siksaan. Abu Jandal r.a. memohon, "Saudara-saudara muslimin, apakah kalian akan mengembalikan aku kepada orang-orang musyrik itu agar mereka menyiksaku karena keislamanku?" Sebenarnya kaum muslimin tidak tega melihat kekejaman dan penyiksaan kaum musyrikin Quraisy yang ditimpakan kepada Abu Jandal r.a. Rasulullah

Larangan Ikut Perang karena Perjanjian

Kaum muslimin berbondong-bondong meninggalkan Mekah menuju Medinah, sebuah kota yang awalnya bernama Yastrib. Hijrahnya kaum muslimin tersebut mendapat rintangan dari penduduk asli Mekah yang membenci Islam , yaitu kaum musyrikin Quraisy. Segala upaya mereka gencarkan untuk mencegah kaum muslimin keluar dari kota Mekah dan bergabung dengan Rasulullah saw di Medinah. Suatu hari Hudzaifah bin Yaman r.a beserta ayahnya, Husain r.a, hendak menyusul Rasulullah saw hijrah ke Medinah. Namun, di tengah perjalanan orang-orang Quraisy mencegat dan menginterogasi mereka, "Apakah kalian berdua hendak berhijrah mengikuti Muhammad?" "Tidak, kami hanya hendak ke Medinah," jawab Hudzaifah r.a. Ia menjawab demikian agar mereka diizinkan lepas dari kepungan orang-orang musyrikin Ouraisy. Mendengar jawaban Hudzaifah r.a, salah seorang dari mereka berkata, "Kami izinkan kalian meneruskan perjalanan ke Medinah, tetapi awas kalau kami melihat kalian berperang bersama Muhammad nanti!

Bagian untuk Muallaf

Setelah 19 hari seusai penaklukan kota Mekah, kaum Hawazin dan Tsaqif berkumpul di Hunain untuk mengatur rencana memerangi Rasulullah saw. Berita tersebut terdengar oleh Rasulullah saw. Kemudian beliau mengirim mata-mata untuk menyusup ke kubu musuh dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang persiapan mereka. Ternyata kaum Hawazin tidak ingin peperangan yang ala kadarnya. Mereka ingin pasukan muslimin ditumpas habis dalam peperangan sehingga mereka mengumpulkan seluruh harta benda berharga mereka dan mengajak kabilah-kabilah yang belum masuk Islam untuk bergabung dengan mereka. Mendengar informasi bahwa pasukan musuh benar-benar mempersiapkan diri untuk berperang, Rasulullah saw segera menyusun kekuatan untuk menghadapi mereka. Banyak para mualaf yang meminjamkan bala bantuan berupa uang sebanyak 40.000 dirham, 30 ekor unta, 3.000 batang tombak, termasuk 100 buah perisai baja dari Shafwan bin Umayyah, dan 30 buah dari muallaf lainnya. Hari pertemuan dua pasukan itu pun tiba. Per

Keluarga Pemegang Kunci Ka'bah

Kemenangan gemilang diraih umat Islam pada peristiwa Fathu Mekah. Kaum musyrikin Quraisy yang angkuh dan sombong hanya tertunduk takut dan takluk di hadapan kaum muslimin yang dahulu mereka tindas. Sungguh karunia Allah SWT yang sangat besar yang diberikan kepada umat Islam sehingga kaum muslimin dapat melenggang penuh kehormatan memasuki kota Mekah, kampung halaman yang begitu mereka rindukan. Pengorbanan harta dan jiwa, rasa sakit tersayat-sayat, serta sedih dan pilu yang mereka rasakan saat memperjuangkan kebenaran terobati sudah dengan menyaksikan kemenangan yang nyata ini. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan Rasulullah saw dan kaum muslimin di Mekah adalah membersihkan Ka'bah, rumah Allah, dari sesembahan kaum musyrikin Ouraisy. Setelah beliau melakukan thawaf dan beristirahat sejenak, beliau memanggil Bilal r.a dan menyuruhnya untuk meminjam kunci Ka'bah dari keluarga Utsman bin Thalhah. Kunci Ka'bah memang dipercayakan kepada keluarga Utsman bin Thalhah secara