Majikan Zubair r.a.
Ketika Zubair r.a hendak bergabung dalam suatu peperangan, ia memanggil anaknya yang bernama Abdullah r.a. Ia berwasiat kepada putranya bahwa jika terjadi sesuatu padanya, hendaknya semua utangnya dilunasi oleh putranya itu.
Zubair r.a. berkata kepada Abdullah, putranya, "Wahai Anakku. Jika aku tidak kembali dari peperangan ini, selesaikanlah utang-utangku. Jika kau menemui kesulitan dalam melunasinya, mohonlah kepada majikanku agar melepasmu dari kesukaran."
"Siapakah majikan yang kaumaksud, Ayah?" tanya Abdullah r.a.
"Allah SWT," jawab sang ayah.
Sepeninggal ayahnya yang telah menjadi syuhada, Abdullah bin Zubair r.a. memeriksa buku keuangan ayahnya. Di dalamnya terdapat utang sebanyak dua juta dirham yang harus dilunasi. Hari demi hari berlalu, akhirnya semua utang ayahnya lunas sudah.
Abdullah r.a selalu mengingat pesan ayahandanya, yaitu ketika ia menemukan kesukaran, ia akan mengadu kepada Sang Majikan - Allah SWT - untuk memohon pertolongan. Dengan demikian, semua kesukaran yang menghadang akan lenyap.
Suatu ketika Abdullah bin Zubair r.a sedang berdagang bersama saudaranya, Ibnu Ja'far r.a Ia berkata kepada saudaranya tersebut, "Aku mendapatkan dalam catatan ayahku bahwa kau berutang kepada ayahku satu juta dirham."
Ibnu Ja'far r.a mengiyakan utang tersebut, seraya berkata, "Baiklah, engkau dapat mengambil uang tersebut kapan pun kausuka."
Namun, ketika Abdullah r.a memeriksa kembali catatan ayahnya, ternyata ayahnyalah yang berutang kepada Ibnu Ja'far r.a. Kemudian ia pun segera menemui Ibnu Ja'far r.a untuk meralat tagihannya. Abdullah r.a meluruskan kesalahannya, "Wahai saudaraku, maafkan aku karena sesungguhnya aku telah melakukan kekeliruan kepadamu. Ternyata ayahku yang memiliki utang kepadamu."
Tidak ada kemarahan atau cemoohan dari Ibnu Ja'far r.a, bahkan ia merelakan utang ayah saudaranya tersebut, "Jika memang demikian, aku telah menghalalkan utang ayahmu kepadaku," ujarnya.
Tawaran tersebut ditolak dengan halus oleh Abdullah r.a seraya berkata, "Tidak, wahai saudaraku. Aku akan membayarnya."
Ibnu Ja'far r.a kembali menawarkan keringanan dalam membayar utang saudaranya, "Baiklah, kau boleh membayar semampumu."
Tawaran itu disambut baik oleh Abdullah r.a, "Sebagai ganti utang ayahku, maukah kauterima sebidang tanah yang kecil?" tawarnya.
"Ya, jika engkau tidak keberatan," ujar Ibnu Ja'far r.a.
Ketika dilihatnya tanah untuk membayar utang tersebut tandus dan kering, Ibnu Ja'far r.a menggelar sajadah dan mendirikan shalat dua rakaat di atas tanah tandus tersebut.
Setelah cukup lama bersujud, ia menunjuk ke suatu tempat yang masih berada di wilayah tanah itu dan menyuruh seorang hamba sahaya untuk menggalinya. Dari tempat penggalian tersebut, ternyata memancar sebuah mata air. Keadaan seperti itu bukanlah kejadian luar biasa. Para sahabat sering mengalami keajaiban-keajaiban seperti itu.
Catatan:
Nama asli Ibnu Ja'far r.a adalah Abdullah bin Ja'far r.a. Penulis menggunakan nama Ibnu Ja'far agar tidak tertukar dengan Abdullah bin Zubair r.a sehingga memudahkan pembaca untuk memahami cerita. Ibnu Ja'far r.a mewarisi sifat ayahnya, Ja'far Ath-Thayar yang dijuluki Abu Al-Masakin atau bapaknya orang miskin. Ibnu Ja'far r.a pun memperoleh gelar dari penduduk setempat, yaitu Qutbus Sakha yang artinya kepala para dermawan.
Zubair r.a. berkata kepada Abdullah, putranya, "Wahai Anakku. Jika aku tidak kembali dari peperangan ini, selesaikanlah utang-utangku. Jika kau menemui kesulitan dalam melunasinya, mohonlah kepada majikanku agar melepasmu dari kesukaran."
"Siapakah majikan yang kaumaksud, Ayah?" tanya Abdullah r.a.
"Allah SWT," jawab sang ayah.
Sepeninggal ayahnya yang telah menjadi syuhada, Abdullah bin Zubair r.a. memeriksa buku keuangan ayahnya. Di dalamnya terdapat utang sebanyak dua juta dirham yang harus dilunasi. Hari demi hari berlalu, akhirnya semua utang ayahnya lunas sudah.
Abdullah r.a selalu mengingat pesan ayahandanya, yaitu ketika ia menemukan kesukaran, ia akan mengadu kepada Sang Majikan - Allah SWT - untuk memohon pertolongan. Dengan demikian, semua kesukaran yang menghadang akan lenyap.
Suatu ketika Abdullah bin Zubair r.a sedang berdagang bersama saudaranya, Ibnu Ja'far r.a Ia berkata kepada saudaranya tersebut, "Aku mendapatkan dalam catatan ayahku bahwa kau berutang kepada ayahku satu juta dirham."
Ibnu Ja'far r.a mengiyakan utang tersebut, seraya berkata, "Baiklah, engkau dapat mengambil uang tersebut kapan pun kausuka."
Namun, ketika Abdullah r.a memeriksa kembali catatan ayahnya, ternyata ayahnyalah yang berutang kepada Ibnu Ja'far r.a. Kemudian ia pun segera menemui Ibnu Ja'far r.a untuk meralat tagihannya. Abdullah r.a meluruskan kesalahannya, "Wahai saudaraku, maafkan aku karena sesungguhnya aku telah melakukan kekeliruan kepadamu. Ternyata ayahku yang memiliki utang kepadamu."
Tidak ada kemarahan atau cemoohan dari Ibnu Ja'far r.a, bahkan ia merelakan utang ayah saudaranya tersebut, "Jika memang demikian, aku telah menghalalkan utang ayahmu kepadaku," ujarnya.
Tawaran tersebut ditolak dengan halus oleh Abdullah r.a seraya berkata, "Tidak, wahai saudaraku. Aku akan membayarnya."
Ibnu Ja'far r.a kembali menawarkan keringanan dalam membayar utang saudaranya, "Baiklah, kau boleh membayar semampumu."
Tawaran itu disambut baik oleh Abdullah r.a, "Sebagai ganti utang ayahku, maukah kauterima sebidang tanah yang kecil?" tawarnya.
"Ya, jika engkau tidak keberatan," ujar Ibnu Ja'far r.a.
Ketika dilihatnya tanah untuk membayar utang tersebut tandus dan kering, Ibnu Ja'far r.a menggelar sajadah dan mendirikan shalat dua rakaat di atas tanah tandus tersebut.
Setelah cukup lama bersujud, ia menunjuk ke suatu tempat yang masih berada di wilayah tanah itu dan menyuruh seorang hamba sahaya untuk menggalinya. Dari tempat penggalian tersebut, ternyata memancar sebuah mata air. Keadaan seperti itu bukanlah kejadian luar biasa. Para sahabat sering mengalami keajaiban-keajaiban seperti itu.
Catatan:
Nama asli Ibnu Ja'far r.a adalah Abdullah bin Ja'far r.a. Penulis menggunakan nama Ibnu Ja'far agar tidak tertukar dengan Abdullah bin Zubair r.a sehingga memudahkan pembaca untuk memahami cerita. Ibnu Ja'far r.a mewarisi sifat ayahnya, Ja'far Ath-Thayar yang dijuluki Abu Al-Masakin atau bapaknya orang miskin. Ibnu Ja'far r.a pun memperoleh gelar dari penduduk setempat, yaitu Qutbus Sakha yang artinya kepala para dermawan.
Komentar
Posting Komentar